The less you want, the richer you are. The more you need in order to be happy, the more miserable you'll be - Yanni
Pernah baca quote kayak gitu. Dan saya langsung jatuh cinta dengan quotenya. Hehe. Bener gak? Semakin banyak parameter bahagia yang harus dipenuhi, semakin stress juga kita untuk memenuhi parameter tersebut.
Contohnya gini, saya bahagia kalau punya mobil Toyota Fortuner, rumah di Pondok Indah, apartemen di kalibata, perusahaan saya besar, uang saya di bank bisa untuk 7 turunan, dan lain dan lain dan lain sebagainya. Untuk bahagia, dia harus berusaha sekeras mungkin untuk memenuhi semua parameter tersebut. Sementara, ada orang lain yang untuk bahagia dia cukup makan sehari sekali. Sederhana. Yang penting perut kenyang, dia akan bahagia. Nah, parameter-parameter macam itu kadang kala masih jadi patokan kebanyakkan orang untuk tau yang namanya bahagia. Kalau istilah saya, parameter duniawi.
Kalau ditilik-tilik, yang tidak pernah saya lupa itu, salah satu kunci kebahagiaan adalah bersyukur. Serius deh, jangan pernah berhenti mengingatkan diri sendiri untuk bersyukur. Karena memang inilah kunci utama kebahagiaan. Boleh kita belum puas dengan apa yang kita miliki, tapi ya jangan sampai kita lantas mengecilkan apa yang kita dapat. Jangan gara-gara hanya punya motor X dan belum punya mobil, lantas jadi tidak bahagia. Atau gaji kecil lalu tidak bahagia. Ada joke kayak gini, uang mungkin tidak bisa membeli kebahagiaan. Tapi kerenan mana, nangis di atas pajero sport atau sepeda roda 3? Hehe. Jangan keseringan liat ke atas, karena mungkin di bawah itu jalannya bolong-bolong, bisa aja kan kesandung dan jatuh, baru sadar deh kalo jalan itu harus liat-liat ke bawah juga.
Berdasarkan pengamatan saya, beberapa dari kita memang susah bersyukur, apalagi dalam keadaan susah. Termasuk saya kadang-kadang, hehe. Kalau susah, yang paling enak itu ngeluh kan ya, bukan bersyukur. Tapi itu justru seninya, kalo susah aja bisa bersyukur, gimana kalo dapet nikmat yang menyenangkan?
Tapi memang hidup itu adalah proses, harus menuju lebih baik. Bila hari ini saya mengeluh, maka esok hari saya harus bisa bersyukur. Bila esok setelah esok hari saya mengeluh, maka termasuk merugilah saya. Betul gak? Bukankah hari ini harus lebih baik daripada hari kemaren? Bukankah hari kemaren itu pelajaran untuk hari ini? Masak mau jatuh lagi ke lubang yang sama?

0 comment(s):
Post a Comment