Home | Tutorial


Rekam Jejak Notulen Code: Keluhan = Sampah

Buat gue pribadi, keluhan itu adalah sampah, wajar kalau ingin dibuang dan dikeluarkan. Tapi kalo dibuang sembarangan bisa bikin orang jadi antipati. Jadi sesuai slogan "Buanglah sampah pada tempatnya" maka gue bikin satu slogan "Keluarkanlah keluhan pada saatnya".
IMO, wajar kalau orang mengeluh, normal banget. Tapi mulai gak normal kalau mengeluhnya itu setiap saat, setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, setiap tahun, setiap dwitahunan, setiap tahun kabisat, setiap dekade. Itu udah sangat gak normal. Apakah buat orang yang seperti itu mengeluh adalah nafas. Tidak mengeluh sedetik itu rasanya sangat menyiksa.
Betah gak sih dengerin orang yang tiap hari ketemu, kerjaannya mengeluh terus, serasa dia orang paling malang di dunia? Padahal dia tinggal di bandung atau jakarta? Dikit-dikit ngeluh, banyak-banyak ngeluh. Empet deh dengernya *Eh, oot dikit, tau empet gak? Itu tuh angka setelah tige*. Walaupun mungkin yang dia keluhkan itu sama persis dengan apa yang kita keluhkan, awalnya mungkin akan terasa, "Ahaa, dapet temen senasib sepenanggungan!" Tapi ketika dia mengeluhkan itu setiap hari, apa yang terasa berat untuk kita (karena mengeluh) akan terasa lebih ringan, karena ada orang yang melipatgandakannya berkali-kali. Woo, ada sisi positif ternyata mendengar orang mengeluh terus-terusan. Tapi tetep ya, mendengar orang mengeluh setiap hari itu bisa berakibat buruk untuk kesehatan jiwa kita. Tebelin kuping aja kalau dia mengeluh hal-hal yang itu-itu saja.
Karena mengeluh itu seperti membuang sampah, pastikan "wadah sampah"-nya kosong atau tidak penuh. Kalau penuh sih sama aja kayak kita buang sampah sembarangan. Jangan salahin "wadah sampah"-nya kalau keluhan kita gak didengerin. Lha wong tempat nampungnya aja penuh kok.
Dan perjanjian tidak tertulis, "wadah sampah" bebas untuk melakukan apa saja pada "sampahnya". Mau dia pindahin ke tempat sampah lain, kita yang "membuang sampah" gak berhak protes apalagi menuntut ke pengadilan. Toh kita kan "membuang sampah" yang artinya it's not necessary to keep. Mosok mau marah sih sama tukang sampah kalo sampah yang udah kita buang dipindahin ke TPS? Kalau merasa masih berharga, ya jangan dibuang dong.
Atau mungkin kita "membuang sampah" ke wadah yang tepat, "wadah sampah"-nya kreatif. Dia mendaur ulang "sampah" yang dibuang ke tempatnya. Mau diambil lagi? Gak masyalah, sampah yang sudah diubah jadi emas itu berharga untuk diambil atau dibeli lagi. Artinya, kamu mengeluh ke orang yang tepat, orang yang bisa mengubah keluhan kamu menjadi motivasi.

Pernah baca di timeline twittah, kicauan yang bunyinya begini, "Bila karyawan datang kepadamu dan menjelek-jelekkan tentang perusahaannya, katakan padanya, 'Jangan meminum air yang sumurnya kamu ludahi sendiri!'"
Dari awal sih langsung setuju dengan statement diatas. Kalau orang sunda bilangnya "PO BOX, dipoyok lebox". Artinya dihina, dijelek-jelekkin, direndahkan, dicaci maki, tapi tetep make, tetep digunakan, tetep ngerasain manfaatnya. Kasarnya sih mungkin kayak jilat ludah sendiri, yuck, it's disgusting.
Poinnya itu, kalau kamu gak berhubungan sama sekali, gak merasakan manfaat apapun, bukan pemakai, baru kamu boleh menghina atau mencaci maki sesuatu. Tapi satu hal aja ingat, tak ada sesuatu yang sempurna, kalau kamu ingin dihargai, maka hargai dulu orang lain.
Dan kalau kamu masih seperti yang gue bilang diatas, bermanfaat tapi menghina, mungkin ada dua kemungkinan yang bisa kamu coba, satu TUTUP MULUT. Dua, berhenti merasakan manfaatnya. Kalau gak mau berhenti, berarti TUTUP MULUT itu adalah keputusan terbijaksana yang bisa kamu ambil. Udah gak usah protes-protes, gak usah ngeluh-ngeluh, gak usah banyak bacot. Betewe, kritik dan mengeluh itu konteksnya udah jauh beda. Gak usah mengatasnamakan kritik untuk mengeluarkan keluhan. It's totally different.

Solusi yang mungkin bisa dicoba buat kamu yang doyan ngeluh. Perbanyak bersyukurnya. Ke atas (ALLAH) dan ke samping (sesama manusia). Kalau mengeluhnya lebih banyak daripada bersyukurnya, itu artinya ALLAH menyempitkan hatinya. Iih, ogah kan punya hati yang sempit? Bayangkan seperti ini, ada pembagian rumah dan kamu dikasih yang sempit? Pasti sewot kan? InsyaALLAH pengen dapet rumah yang luas dan nyaman. Begitu juga hati, pasti kita ingin punya hati yang luas dan nyaman. Untuk meluaskan hati dan membuatnya nyaman, yang perlu dilakukan itu BERSYUKUR, yup, B-E-R-S-Y-U-K-U-R. Itu kunci menuju hati yang lapang. Jangan bilang gak apa-apa punya hati yang sempit, yang penting nyaman. Bukannya lebih baik punya hati yang luas dan nyaman? Ucapan itu adalah doa, mending berucap yang baik-baik. Daripada ada kata "gak apa-apa yang penting yang penting".

Dan sebagai penutup, seperti yang gue bilang, "Keluarkan keluhan pada saatnya". Kapan saatnya? Gak ada tuh, it's unlimited. Kesabaran itu gak pernah ada batasnya. Dan keluhan itu adalah pembatas cemen yang dibangun sama manusia. Bisa didobrak dengan buldoser syukur. Dan kalau dibilang ALLAH itu adalah sebaik-baiknya tempat berkeluh, ingat lagi, sudahkah mensyukuri nikmat ALLAH? Sudahkah hari ini anda berujar "Alhamdulillahi robbil alamin" untuk semua hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan yang ALLAH beri pada kita? Jangan menghadap ALLAH saja kalau punya masalah atau hanya ingin berkeluh. Kurangi mengeluh pada ALLAH SWT, perbanyaklah bersyukurnya. Keluhan itu akan terkikis kok lama-lama. Selamat mencoba :).

Artikel yang berhubungan



Posted by : Nadia Putri Karisya at Wednesday, September 14, 2011
Categories: :

 

0 comment(s):

Post a Comment

 
 


Rekam Jejak Notulen Code

gajah mati meninggalkan gadingnya, programmer mati meninggalkan codenya

Designed by © indrockz