Home | Tutorial


Rekam Jejak Notulen Code: Saya hanya ingin bahagia..


"UDAH PUNYA ISTRI??" saya membelalakkan mata.
Dia buru-buru memasang tampang sangar pada saya, meminta dengan wajah judesnya agar saya mengecilkan suara.
"Maaf!"
Dia menaikkan alisnya, mengambil sepotong donat dan menggigitnya perlahan.
Saya mengernyitkan kening, masih penasaran dan terkejut.
"Maaf ya kalo pertanyaannya rada menyinggung, tapi kenapa harus dia? Seenggaknya kan kamu tau kalau dia itu emmm, punya istri!" saya berkata pelan, takut menyinggung perasaannya.
Dia menggeleng kecil, "Pria pertama yang bisa membuat aku jatuh cinta dan tergila-gila! Gak tau ya kenapa, tapi kesamaan hobi, nyambung kalau bercerita dan perhatiannya itu membuat aku gak bisa dan gak mau lepas darinya!"
"Tapi dia udah punya istri!" saya menegaskan dengan perlahan.
"Aku tahu, tapi apa aku gak berhak bahagia?" dia menatap saya dengan pandangan memelas.
Aduuh, anak kucing ngeliatin saja, saya suka berkaca-kaca. Apalagi anak manusia dengan muka unyu.
Saya melihat ke arah lain dulu, menguatkan wajah dan perkataan. Bagaimanapun juga berhubungan dengan pria beristri itu salah, apalagi sembunyi-sembunyi seperti teman saya ini. Jatuhnya kan jadi selingkuh.
Tapi saya masih bingung, bagaimana caranya ya untuk memberitahu dia dengan bahasa yang halus dan tidak menyinggung.
"Tapi kan dia udah punya istri. Emang mau jadi istri kedua?" saya memancing pelan-pelan.
Namanya memancing memang harus sabar. Dia tidak langsung menjawab. Setengah jam kemudian dia baru menjawab pertanyaan saya. Membunuh saya perlahan dalam keheningan.
"Engga!"
Saya menatapnya dalam, menunggu kata berikutnya keluar.
Tapi dia memang berniat membunuh saya dalam keheningan. Setengah jam saya menunggu, dia hanya berkata "Engga", lalu terdiam lagi.
Oke, saya tidak mau dibunuh oleh keheningan.
"Kalau engga mau, kenapa masih dipaksakan! Cari yang lain, yang masih single dan lebih berkualitas!" saya berkata dingin. Kedinginan maksudnya, setelan AC-nya terlalu rendah.
"Gitu ya, tapi aku bisa bahagia gak dengan yang baru?" nadanya tampak sangsi dan pesimis.
Saya menggaruk kepala perlahan. Gak yakin juga sih, tapi harus terdengar optimis.
"Bisa lah. Kebahagiaan itu kan datangnya dari pikiran, bukan dari hati. Kalau pikiran kamu bahagia, kamu bisa memaksa hati untuk ikut bahagia!"
"Tapi aku bahagia kalo sama dia!"
Saya menghela nafas. Oke, saatnya masuk ke strategi dua. Membuat dia bimbang dan ragu-ragu untuk tetap menjalankan hubungan diam-diam ini.
"Masa? Kayaknya gak ada bedanya deh kamu gak sama dia dengan kamu sama dia!"
Dia mengernyitkan kening.
"Maksudnya? Aku tetap keliatan bahagia waktu gak sama dia?"
Umpan berhasil. Saatnya ditarik ke luar.
"Iya, aku liat sih gitu. So, emang kebahagiaan itu kan kamu yang ciptain sendiri, bukan diciptakan oleh orang lain!"
Saya mengerlingkan mata.
Dia menggeleng kuat, "Tapi saya ingin bahagia sama dia. Titik!"
Saya tidak memaksanya lagi. Belum saatnya.
Dan pembicaraan itu berakhir dengan pemikiran di kepala saya. Apakah kebahagiaan kita harus merenggut kebahagiaan orang lain atau malah merusaknya. Sudahkah teman saya (atau siapapun yang memutuskan untuk memadu kasih dengan pria beristri) memikirkan konsekuensi perbuatannya? Menyaksikan sakit hati dari banyak pihak. Dikutuk banyak pihak karena "merebut" pasangan orang? Apakah cinta yang digembor-gemborkan bisa menyelamatkan? Hemm, pemikiran-pemikiran tersebut menari-nari dengan lincah di kepala saya.


diposkan di ngerumpi.com 31 Januari 2012

Artikel yang berhubungan



Posted by : Nadia Putri Karisya at Wednesday, January 30, 2013
Categories: : ,

 

0 comment(s):

Post a Comment

 
 


Rekam Jejak Notulen Code

gajah mati meninggalkan gadingnya, programmer mati meninggalkan codenya

Designed by © indrockz